LAPORAN
PRAKTIKUM
SAUERKRAUT
(ASINAN JERMAN)
Diajukan
untuk memenuhi nilai praktikum pada mata kuliah Bioteknologi oleh Bapak
Ramadhani Eka Putra Ph.D
Disusun Oleh :
Novia Isnaeni Muslimah (208 700 593)
Rosita Dewi Noviyanti (208 700 600)
Rosmayanti Kuraesin (208 700 601)
Ulfanuri Fajri Muharromi (208 700 612)
Wanty Indriyani (208 700 614)
Yudi Suryadi (208 700 618)
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sayuran, terutama yang berdaun hijau,
merupakan salah satu bahan pangan yang baik karena mengandung vitamin dan
mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran
yang paling banyak di Indonesia
adalah kangkung, bayam, katuk, daun melinjo, dan petsai (Oomen dkk., 1984 dalam Margono dkk, 1993). Sayuran dapat tumbuh pada berbagai
kondisi lingkungan dan suhu yang berbeda, sehingga beragam jenisnya.
Ada
beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk buah seperti
tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang; umbi
seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan daun
seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain (Anonim, 2011)
Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu
dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang
masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar,
sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Pada praktikum ini kami melakukan pengolahan makanan
menjadi Sauerkraut (Anonim, 2011).
Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam
merupakan makanan khas Jerman yang terbuat dari kubis yang diiris
halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini
terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam
sayuran berfermentasi (Wikipedia, 2011). Sauerkraut memiliki tampilan begitu
sederhana dan memiliki rasa yang unik.
Kubis yang dicampur dengan garam dan
cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak zaman prasejarah namun
kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius
Secundus di abad pertama
Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan berkembang
sekitar tahun 1550 hingga 1750. Di tahun 1776, Kapten James Cook diberi penghargaan Medali Copley setelah membuktikan saeurkraut berkhasiat
sebagai makanan pencegah skorbut di kalangan pelaut Inggris ketika
melakukan pelayaran jauh (Wikipedia, 2011).
1.2 Tujuan
- Pembuatan Sauerkraut ini bertujuan untuk mengolah dan mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu.
- Agar mahasiswa mengetahui cara pengolahan dan pengawetan sayuran dalam pembuatan Sauerkraut.
1.3 Hipotesis
- Sauerkraut memiliki rasa asam karena difermentasi
oleh bakteri asam laktat.
BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1 Alat
Alat yang kami
gunakan dalam praktikum membuat Sauerkraut diantaranya:
- Toples, yakni toples yang memiliki penutup digunakan sebgai wadah
untuk pembuatan Sauerkraut.
- Pisau, digunakan sebagai alat untuk memotong sayuran pada pembuatan Sauerkraut.
- Talenan, digunakan sebagai alas pada saat memotong sayuran pada
pembuatan Sauerkraut.
2.2 Bahan
Bahan yang kami
gunakan dalam praktikum membuat Sauerkraut diantaranya:
- Kol atau kubis daun, merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena
jenis sayuran ini banyak ditanam di Indonesia.
- Wortel, merupakan
sayuran yang dapat diolah juga menjadi sauerkraut. Wortel memiliki
kandungan vitamin A yang cukup tinggi.
- Garam,
digunakan sebagai salah satu metoda untuk pengawetan sayuran dalam
pembuatan sauerkraut.
- Cabai
rawit dan Cabai merah, digunakan sebagai penambah rasa pada sauerkraut.
BAB III
METODOLOGI
METODOLOGI
- Pertama-tama,
buang daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak kemudian cuci
sampai bersih dan hilang dari kotoran atau pestisida. Lakukan juga pada
wortel dengan mencucinya hingga bersih dan mengupas kulit bagian luarnya.
- Iris
tipis-tipis ± 1 mm atau berbentuk seperti ukuran korek api, tulang daun
sedapat mungkin tidak disertakan.
- Setelah
itu, masukkan sayuran kol dan wortel yang telah diris-iris ke dalam wadah
plastik atau toples kemudian campurkan dengan garam.
- Aduk-aduk
sambil ditekan-tekan hingga mengeluarkan air dari kol dan wortel tersebut.
- Sebelum
pengawetan, masukkan cabai rawit dan cabai merah untuk penambah rasa pada sauerkraut.
Kemudian aduk-aduk kembali dan tekan-tekan kembali.
- Sayuran
yang ditekan-tekan di dalam toples harus sampai padat atau rata tersebar
dalam toples dan tidak membiarkan ada udara masuk disetiap sela-sela
sayuran.
- Langkah
terakhir, tutup sayuran tersebut dengan daun kol yang masih utuh hingga
tertutup semua dan tutup dengan penutup toples. Kemudian simpan atau
awetkan dalam waktu seminggu atau tujuh hari hingga sayuran kol dan wortel
telah menjadi sauerkraut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam
merupakan makanan khas Jerman yang terbuat dari kubis yang diiris
halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini
terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam
sayuran berfermentasi (Wikipedia, 2011).
Hasil dan Pembahasan
dalam Pembuatan Sauerkraut
Pada
praktikum pembuatan sauerkraut ini, pengawetannya
dengan melakukan fermentasi spontan dengan tidak menambahkan starter bakteri.
Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam sayuran kol dan wortel.
Sauerkraut pada
dasarnya adalah kubis asam. Namun
dalam praktikum pembuatan sauerkraut kali ini kami menggunakan dua buah sayuran yaitu kol/daun
kubis dan wortel. Kol/daun kubis dan wortel dibersihkan dari yang rusak
atau yang kotor dan dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm atau
berbentuk korek api (pada wortel dikupas terlebih dahulu kulit luarnya sebelum
diris kecil-kecil). Setelah kedua sayuran tersebut diiris-iris kemudian ditambahkan
garam dan diaduk serata mungkin sambil ditekan-tekan dan mengeluarkan air. Penekanan dan pemberian garam pada proses
peragian/pengawetan dimaksudkan agar cairan dalam kubis keluar dan mencegah
pembusukan. Selain itu juga berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut
tersebut.
Sayuran kol dan wortel
yang telah ditekan-tekan dan mengeluarkan air serta telah diberi garam harus
tercelup semua dalam larutan garam, hal ini dilakukan yakni untuk mencegah
terjadinya pertumbuhan khamir dan kapang yang tidak diinginkan selama proses
fermentasi. Bila
selama fermentasi terjadi pertumbuhan khamir dan kapang pada permukaan maka
dapat menimbulkan rasa yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh
sauerkraut sehingga menghasilkan produk yang lunak dan berwarna gelap.
Garam menarik air dan
zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut
melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat
di permukaan daun-daun kubis. Garam bersama dengan
asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang
tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh
kerja enzim. Kadar garam yang cukup memungkinkan
pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat dalam urutannya yang alamiah dan
menghasilkan sauerkraut dengan imbangan garam-garam yang tepat. Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan
jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan rasa. Terlalu
banyak garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan
memungkinkan pertumbuhan khamir. Konsentrasi garam yang digunakan dalam
praktikum pembuatan sauerkraut kami adalah ± 2,5 % (merupakan konsentrasi garam yang optimum) (Sumanti, 2007).
Garam dipergunakan manusia sebagai salah
satu metoda pengawetan pangan yang dan masih dipergunakan secara luas untuk
mengawetkan berbagai macam makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting
dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah
pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar.
Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan
juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar
yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk
Clostridium botolinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat
dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa
mikroorganisme terutama jenis-jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh
cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang
tidak dikehendaki (Norman W, 1988).
Sayuran yang telah ditekan-tekan dan
tercampur larutan garam dipadatkan dalam toples hingga tidak ada udara dalam
sela-sela sayuran serta ditutup dengan kol. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi pertumbuhan khamir atau kapang yang tidak diinginkan yang dapat merusak
produk.
Sebelum fermentasi terjadi, sauerkraut
tersebut ditutup rapat dalam toples dan disimpan di suhu 30oC. Hal
ini dilakukan agar mikroba/bakteri asam laktat dapat tumbuh dan menghasilkan
asam laktat dalam proses fermentasi tersebut.
Rasa, tekstur, dan bau yang dihasilkan dalam proses fermentasi sayuran
menjadi sauerkraut
Dari hasil pembuatan sauerkraut ini,
memiliki rasa asam, baunya asam menyengat seperti cuka dan teksturnya seperti
sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses
fermentasi dan pengawetan berhasil secara sempurna.
Manfaat sauerkraut
Mengkonsumsi
sauerkraut memiliki banyak manfaat bagi tubuh yaitu untuk memperlancar proses
pencernaan dalam tubuh karena dalam sauerkraut sangat banyak mengandung bakteri
probiotik (bakteri baik) seperti Lactobacillus
plantarum yang bisa mengusir gas dalam perut dan ketidaknyamanan yang
terkait dengan gangguan buang air besar (BAB).
Kandungan dalam Sauerkraut
Saurkraut
mengandung 0,3% asam laktat dan 0,5% etanol. Juga terdapat kandungan CO2 dan
senyawa volatil lainnya.
Sauerkraut
|
|
Nilai nurtrisi per 100 g
(3.5 oz)
|
|
Energi
|
78 kJ (19
kcal)
|
4,3 gram
|
|
Gula
|
1,8 gram
|
Dietary fibre
|
2,9 gram
|
Lemak
|
0,14 gram
|
Protein
|
0,9 gram
|
Air
|
92 gram
|
Vitamin B6
|
0,13 mg (10%)
|
Vitamin C
|
15 mg (25%)
|
Iron
|
1,5 mg (12%)
|
Sodium
|
661 mg (29%)
|
Kerusakan Saurkraut
Kerusakan
saurkraut sebagian besar disebabkan oleh kontaminasi mikrobia. Hal ini terjadi
karena kondisi proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi
dan konsentrasi garam.
Jika suhu >
30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL heterofermentatif menjadi terhambat
pertumbuhannya sehingga terbentuk flavor yang tidak diinginkan. Jika suhu <
10 C dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang
menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna.
Produk-Produk Sayuran Hasil Fermentasi
Hampir semua jenis sayuran termasuk
buah-buahan yang bersifat seperti sayuran misalnya ketimun, tomat, olive dapat
difermentasi oleh bakteri asam laktat. Sayur-sayuran mengandung gula dan
zat-zat gizi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Dalam pembuatan saurkraut kami menggunakan dua sayuran yaitu
kol/daun kubis dan wortel (____, 2011).
Faktor-faktor
lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah:
- Terciptanya keadaan anaerobik.
- Pengunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat-zat gizi dari sayur.
- Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi.
- Tersedianya
bakteri asam laktat yang sesuai.
Dalam proses fermentasi sayuran bakteri
asam laktat, misalnya Leuconostoc
mesenteroides, Leuconostoc plantarum
dan Leuconostoc brevis, memfermentasi
gula-gula yang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi asam, terutama asam
laktat. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8 – 1,5% (dinyatakan
sebagai asam laktat). Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam
berkonsentrasi 5-15% (20-600S). Larutan garam tersebut menyebabkan hanya
bakteri asam laktat-lah yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang
terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosa. Gula-gula dalam
cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya
diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet
produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi
sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi
panjang) (____, 2011).
Fermentasi spontan pada produk fermentasi sayuran
Produk-produk fermentasi sayuran seperti
sawi asin, sauerkraut (kubis asam) dan pikel merupakan hasil dari proses
fermentasi yang berlangsung secara selektif dan spontan. Pembuatannya cukup mudah sehingga
banyak dilakukan secara tradisional atau dalam skala rumah tangga. Fermentasi
spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar
(starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam
hal ini tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut
dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan fermentasinya yang dapat
tumbuh dengan baik. Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi
sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma
dan cita rasa yang khas ( ____, 2011).
Pada produk fermentasi sayuran,
mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil asam
laktat. Dalam pembuatannya, sayuran direndam dalam larutan garam berkadar 5-15%
atau diberi garam secara kering sebanyak 2,5% berat sayuran. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya
bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi
seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula
dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang
selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi
sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak diperlukan agar
fermentasi berjalan dengan baik ( ____, 2011).
Suhu selama proses fermentasi juga sangat
menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30ÂșC
untuk pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat (BAL) yang berperan adalah yang
bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis BAL yang bersifat
homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat hasil fermentasi gula yang
dilakukannya, seperti Pediococcus
cerevisae, Lactobacillus plantarum
dan Streptococcus faecalis Sedangkan
BAL yang bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga
membentuk CO2, asam asetat, dan etanol. Contohnya adalah Lactobacillus brevis dan Leuconostoc
mesenteroides . Pada awal proses fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama
adalah Leuconostoc mesenteroides dan
akan menghambat pertumbuhan bakteri awal lainnya. Produksi asam dan
karbondioksida meningkat sehingga menurunkan pH dan tercipta kondisi yang
anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis bakteri yang lebih tahan
terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus
brevis, Pediococcus cereviceae,
dan Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum merupakan
bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga merupakan
mikroba akhir yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam laktat
terbanyak ( ____,
2011).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sauerkraut dengan nama lain adalah kol
asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat dari kubis. Dalam praktikum
pembuatan sauerkraut ini digunkan kol dan wortel. Sauerkraut yang kami buat ini pengawetannya dengan melakukan fermentasi
spontan atau dengan tidak menambahkan starter bakteri. Bakteri asam
laktat secara alami terdapat dalam sayuran kol dan wortel.
Dari hasil pembuatan sauerkraut ini,
memiliki rasa asam, baunya asam menyengat seperti cuka dan teksturnya seperti
sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses
fermentasi dan pengawetan berhasil secara sempurna tanpa adanya kontaminasi
mikroba lain yang tidak diinginkan.
5.2 Saran
Bila ingin membuat
suerkraut, maka pembuatannya harus sesuai dengan prosedur yang ada dan harus
memperhatikan setiap langkah pembuataanya agar produk sauerkraut yang
dihasilkan menghasilkan produk sauerkraut yang baik dan memiliki cita rasa, bau
dan tekstur yang khas.
DAFTAR PUSTAKA
Desrosier,
Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI - Press: Jakarta.
Margono,
Tri. dkk. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam
Pembangunan PDII-LIPI. Swiss Development Cooperation, 1993. [Online].
Tersedia di: http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6d39,
(diakses tanggal 23 November 2011).
Sumanti, Ir., MS, Debby. 2007. Teknologi
Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. [Online]. Tersedia di: http://www.gogreen.web.id/2007/08/sauerkraut.html, (diakses tanggal 23 November)
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://id.wikipedia.org/wiki/Sauerkraut, (diakses tanggal 23 November 2011).
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://today.co.id/read/2011/04/15/25098/kenali_dan_nikmati_sensasi_sauerkraut_khas_jerman, (diakses tanggal 23 November 2011).
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://www.sidoarjokab.go.id/other/warintek/index.php?cont=pangan/buah_sayur/sauerkraut.htm, (diakses tanggal 23 November 2011).
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://cara-menjadi-sehat.blogspot.com/2011/01/manfaat-sauerkraut.html, (diakses tanggal 23 November 2011).
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://musicnotmustsick.blogspot.com/2009/11/sauerkraut.html, (diakses tanggal 23 November 2011).
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/6549682/fermentasisayuran,
(diakses tanggal 23 November
2011).
____. ____.
[Online]. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/6549684/Fermentasi-Spontan-Pada-Produk-Fermentasi-Sayuran,
(diakses tanggal 23 November
2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar